Assalamu'alaykum
warahmatullahi wabarakatuh…
Maaf sudah sekian
lama vakuum, hari-hari itu saya gunakan untuk mengurus ini itu
sebelum keberangkatan ke negeri keju, Perancis. Meskipun tulisan ini
saya tulis di negeri bendera kombinasi warna merah-putih-biru, semoga
ingatan saya masih hangat-hangat suam-suam kuku.
Hari ketiga SAKURA
EXCHANGE adalah hari pertama yang sebenarnya. Hari ini kami
serombongan bersepuluh (Masih ingat tidak? Saya, Mbak Lely, Dewie,
Elok, Zendy, Mia, Rizqi, Leo, Vidi, Anton) plus Bu Maria harus pergi
ke Kumamoto University untuk «tur» sejenak sebelum kunjungan ke
laboratorium esok harinya. Beberapa hari sebelumnya adalah hari
santai (tidak juga sih), sebelum menyambut hari ini yang
ditunggu-tunggu.
Pagi hari
berlangsung dengan tenang bersama sarapan dan dandan kece sesuai
instruksi Bu Maria malam sebelumnya. Dandan kece? Para pria berkemeja
lengan panjang dan berdasi, para gadis berkemeja juga dengan blazer
yang sedap dilihat. Ke-kece-an
ini ditambah dengan pin AMBASSADOR yang tersemat (tertancap, untuk
Zendy, karena salah satu penitinya hilang) di kemeja masing-masing.
Sarapan sudah, berkas penting sudah, oke sip. Berangkatlah kami ke
halte bus dan jalur terdekat dari Toyoko-Inn ke Kumamoto University.
Pukul 08.30 lebih sedikit
kami menunggu
dengan kece (tetep dong)
dan berfoto walau suasana becek-becek sumuk
karena habis hujan tapi musim panas. Sesi foto berakhir dengan
kedatangan bus yang kami sangat hati-hati sekali membaca karakter
Jepangnya… karena
karakternya mirip dan kami hanya bisa baca angka saja… sekadarnya.
Dan tepat waktu, pukul 08-sekian bus-nya datang, Jepang lho.
Di bus, tetap
menyenangkan, seperti perjalanan bus sebelumnya di Mt. Aso, teknologi
penukar-uang-otomatis-sehingga-tidak-perlu-pakai-kembalian-dan-cari-uang-kecil
tetap ada. Teknologi transportasi mandiri yang seperti ini memang
menyenangkan dan menakjubkan. Namun, di tengah nikmat perjalanan, Bu
Maria mengingatkan sesuatu… “Elok, suvenir
untuk ke Kumamoto sudah dibawa?”. Wajah pucat Indonesia beriringan
mewarnai seisi bus. Berdasarkan musyawarah kilat dibumbui kecemasan
masing-masing. Diputuskan Elok dan Rizqi akan naik bus lagi di halte
Kumamoto University untuk mengambil suvenir di Toyoko Inn.
Sesudah
turun dari bus, kepanikan masih terasa di tengah berisiknya suara
serangga musim panas di Jepang. Dibantu oleh petunjuk arah bus oleh
Mbak Sary yang menyambut kami (maaf ya, Mbak baru melihat wajah-wajah
kami sudah diberi suguhan peristiwa panik). Alhasil, formasi kami
terpisah dan 9 orang ini (termasuk Bu Maria tentu saja) mencari
jalan ke ruang rapat C gedung Graduate School of Science and
Technology untuk pertemuan dengan Pak Prof Usagawa dan Bu Kishida.
Teriknya mentari dan cakap-cakap ringan (kalau saya mah
pendiam, saudara-saudari semua harus
mengakui itu) masih mengiringi langkah gontai kami. Langkah indah
yang dimotivasi harapan kembalinya Elok dan Rizqi dengan tepat
waktu... dan selamat.
Materi presentasi dan buku mengenai Graduate School of Science and Technology |
Suasana presentasi |
Bu Kishida, semoga kita bertemu lagi ya di ICAST, Perancis... |
Ini Pak Prof menerima kenang-kenangan yang fantastis |
Di
ruang rapat itu, Pak Prof menunggu kami dan asyik dengan laptop
beliau. Tidak heran mengingat Pak Prof bisa membalas surel di Myanmar
atau entah di mana pun itu dengan secepat dan semampu mungkin. Dan
saya pun bisa menyimpulkan tipisnya perbedaan etos kerja yang tinggi
dan sikap workaholic,
untuk kasus ini, saya putuskan mengklasifikasikan perilaku
orang-orang Jepang ini adalah representasi dari etos kerja yang
tinggi. Selagi bercakap ringan dan
membaca katalog universitas di tengah hening yang menyesakkan akibat
aksi menunggu Elok dan Rizqi di ruang rapat itu, musyawarah yang
lagi-lagi kilat dilakukan untuk memulai presentasi sekilas mengenai
kota Kumamoto dan negeri Jepang.
Dari
presentasi Pak Prof, di samping indahnya alam kota Kumamoto dan
Jepang, terlihat betapa kuatnya relasi dan kerjasama riset antara
industri dan universitas-universitas yang ada di Jepang. Selain itu,
perusahaan-perusahaan Jepang, di berbagai bidang, termasuk sipil,
telekomunikasi, otomotif, memiliki keutamaan bidang risetnya yang
unggul. Saya pun berandai-andai mengapa perusahaan-perusahaan di
Indonesia tidak memiliki basis riset yang demikian tenar. Namun,
kerisauan itu terjawab dengan sebersit pikiran saya (CMIIW lho ya)
mengenai konsumerisme bangsa Indonesia dan kelasnya yang merupakan
target pasar dan silang perdagangan. Seketika itu pula, pikiran saya
melayang juga ke cita-cita mendirikan lab riset mandiri, baik di
bidang perilaku sosial maupun teknologi dan sains, di Indonesia
(mungkinkah? Jika Allah mengizinkan, Insya Allah. Aamiin-in
dong).
Sejumput
angan saya tiba-tiba pecah karena langkah kaki yang terdengar dari
luar ruang rapat. Alhamdulillah, Elok dan Rizqi bisa tiba dengan
selamat. Semua berkat arahan Mbak Sary dan mobile
wifi milik
Pak Prof yang dipinjamkan ke kami. Presentasi yang selanjutnya
menghadirkan Bu Kishida dimulai begitu saja, dengan sedikit sambutan
tentunya.
Sajian pengantar mengenai studi lanjut pascasarjana dan doktoral di
Kumamoto University menjadi pengantar mimpi indah bagi kami sebelum
menuju kunjungan laboratorium. Kemudian dihadirkan para mahasiswa
Kumamoto yang berasal dari Indonesia, ada yang dari ITS (Halo Pak
Darlis), dari ITB, dan lain sebagainya. Sejenak setelah itu, kami
diajak untuk makan siang di kantin. Dan setibanya di sana, kantinnya
ramai sekali meskipun katanya musim ujian.
Mari makaaaan, Bismillahirrahmaanirrahiim |
Bagi umat muslim, bagaimana menghindari makanan haram di kantin
universitas? Anda harus memicingkan mata seteliti-telitinya melihat
gambar bundar berwarna-warni yang menunjukkan bahan perdagingan. Ada
warna biru untuk ikan, oranye untuk ayam, (lupa warna apa) untuk
sapi, dan merah jambu untuk babi. Sehingga, waspadalah! (kata Bang
Napi). Ketika makan siang bersama mahasiswa Indonesia yang ada di
Kumamoto, kami bercerita banyak, mulai dari di mana restoran sushi,
di mana toko murah meriah, dan lain sebagainya. Sampai waktunya untuk
shalat Dzuhur, kami yang muslim pun beranjak pergi.
Beruntunglah, jarak untuk pergi ke masjid (iya, di sana ada masjid)
kedua di pulau Kyushu (Kumamoto ada di pulau Kyushu, kalau Tokyo dan
lainnya ada di pulau Honshu) tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan
jalan kaki sekitar 5-10 menit. Yang menarik adalah, masjid ini
dinamakan Kumamoto Islamic Center (KIC), yang berarti tempat ini adalah
pusat kegiatan muslim di kota ini. Para penggiatnya tidak hanya dari
Indonesia, ada juga beberapa mahasiswa dari Pakistan, Malaysia, dan
mahasiswa muslim internasional maupun muallaf lainnya dari Jepang
(kalau ada sih, belum tanya) yang kuliah di Kumamoto University.
....bersambung....
Setelah ini, berlanjut ke petualangan hari ketiga bagian kedua
(karena panjang), mohon tetap terjaga di sini ya :) Semoga
bermanfaat.
Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.
0 komentar:
Posting Komentar