Minggu, 03 Juli 2011

Pelajaran Kehidupan Bisa Diperoleh dari Mana Saja, Walaupun Kita Hanya Melihat

Assalamu'alaikum wr.wb.
Wah, sudah lama sekali saya tidak posting. :)
Kangenkah ? (ya enggak lah, followernya dikit)

Sudah akhir semester genap. Setelah susah payah derita dan usaha, akhirnya saya sudah melanglang buana melewati semester yang kelihatannya santai tapi ajaib ini.

Yah, mungkin anda pernah dengar situs keramat buat anak ITS yang namanya integra, situs sistem akademik online ITS, sehingga nilai-nilai yang keluar pasti ada di situ. Itulah yang namanya situs keramat di awal dan akhir semester. Nilai dan pertaruhan mata kuliah semester berikutnya.

Bisa dibilang kotak pandora sih, kita tidak akan tahu nilai yang keluar seperti apa, tergantung dosennya. Dan setiap membuka pasti deg-degan. Namanya juga nilai. Selalu misterius. Kalo dibuka bisa kecewa ataupun senang *sujud syukur mungkin*

Mungkin itu hanya sekilas info yang mengawali postingan saya hari ini. Pelajaran yang saya dapat dari sana adalah ketulusan. Ketulusan mencari ilmu sepertinya suatu topik yang saya resapi di sini.



Pelajaran ini saya dapatkan menghadapi teman-teman saya yang mungkin derita bersedih menghadapi kenyataan si situs kotak pandora (baca: integra). Mungkin nama-namanya tidak saya sebutkan di sini. Hanya beberapa penanda seperti A, B, C dan seterusnya.

Mulai dari si A. Teman sekelas kalkulus saya. Yah biasalah mungkin penyakit anak pandai :D. Ketika mungkin A tidak menerima kenyataan bahwa dia mendapat nilai tidak sebaik teman saya yang A rasa tidak lebih pintar dari A. Di sini saya dan beberapa teman saya yang lain berusaha menyadarkan bahwa segala gerutuan yang A lontarkan tidak seharusnya dia lontarkan. Karena pada awalnya A menggembar-gemborkan orientasi ilmu, bukan orientasi nilai. Tapi, teman-teman yang lain memberikan pendapat bahwa yang A katakan tidak sesuai dengan kata-katanya dulu. Istilahnya ya mungkin mulut tidak sejalan dengan hati.



Iya, hati. Hati teman-teman saya yang lain merasa trenyuh ketika mendengar hal itu. Mereka protes di sana-sini (berusaha mengembalikan kesadaran A dan ingatannya ketika berbicara orientasi ilmu). "Seandainya memang kamu merasa dirimu orientasi ilmu, bukanlah tindakan yang tepat jika kamu sekarang menggerutu, karena ilmu yang didapatkan tidak diukur dari nilai. Tetapi ke dalam dirimu sendiri, apa saja yang kamu dapat ketika proses menimba ilmu itu," ujar salah satu teman saya.
Mungkin si A sekarang sedang berusaha introspeksi diri, dan menyadari bahwa untuk mencari ilmu butuh ketulusan. Ketulusan untuk mencari ilmu tidaklah diukur dari hasil akhir.

Nah, sekarang si B, yang terkesan didzalimi oleh dosennya. Dan masih si imut kalkulus (tapi kelas lain). Sekelas nilainya D sama E semua! (saya juga syok, tapi mau bagaimana lagi). Mungkin ini yang terbaik. Eits, belum saatnya menyesal dan menerima. Si B dan teman-teman sekelas merasa ada sesuatu yang salah dengan ini. Berusaha memperjuangkan kebenaran, berangkatlah si B menuju peraduan (tempat dosen maksudnya). Entah kenapa, dosennya terlalu tidak jelas, si B akhirnya pasrah menunggu keajaiban nilai. Sampai sekarang, si B masih menunggu, dan akhirnya nilai kelasnya tidak banyak berubah.
 
Yang saya salut dari si B ini adalah kesabarannya dalam memperjuangkan nilai, walaupun pada akhirnya tetap menerima karena nilainya tidak banyak berubah, dan si B tetap legawa untuk menghadapi semua ini. Tetap semangat, B!



Lalu, lain cerita si C. Si C curhat ke saya suatu ketika setelah nilai suatu mata kuliah keluar. C bercerita (agak gerutu keluh kesah) mengapa nilainya bisa lebih jelek dari temennya yang sebenernya diajari oleh si C. Mungkin si C tidak terima *yah kasusnya mirip-mirip lah sama si A*. Tapi, yang membedakan begini, si C takut ketika misalkan temennya yang diajari itu tidak membalas budi baiknya. Mungkin inikah yang dinamakan pamrih? Lalu, saya berusaha menjadi manusia baik *manusia baik, katanya*. Berusaha memberi pengertian. Jika ketika berhadapan dengan situasi seperti itu, saya (jika menjadi C) tidak masalah bagaimana akhirnya si yang diajari itu membalas kebaikan kita atau tidak, tetapi kita akan merasa lebih senang ketika yang diajari mengerti apa yang kita beritahukan kepada yang meminta diajari. Cukup itu. Entah si C merasa lebih baik atau bagaimana, paling tidak saya merasa saya sudah memberikan yang terbaik.

Okeh, mungkin sekian. Kesimpulannya, meskipun saya tidak di posisi mereka rasanya saya bisa merasakan kesedihan mereka. Tapi, ada satu kendala yang saya takutkan di sini. Ketika saya ada di posisi mereka, apakah saya bisa menjalani semua yang saya katakan di sini. Sebagai manusia yang sok-sokan baik hati? Mungkin iya, mungkin tidak. Semua tergantung pada diri saya.

Sebelumnya terima kasih juga ke teman-teman yang sudah saya ceritakan di sini. Kalian memberikan pelajaran berharga

Bismillah. Semoga ucapan saya dan hati saya selalu sejalan, sehingga semua amal yang saya ucapkan dan perbuat bermanfaat bagi orang lain dan diri sendiri selalu. Amin.


Sekian, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh