Senin, 22 September 2014

Perpisahan Penuh Kenangan untuk Perantau Baru


Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillahirrahmaanirrahiim


Mohon maaf saya menulis tulisan-tulisan di blog ini maju mundur, ini karena mood dan juga banyak kejaran hutang tulisan *Duh, penulis hutangan*. Kali ini kisah penulis terjadi di tanah rantau yang pertama kali penulis injak di negeri orang, tersebut negeri keju, ya Perancis (katanya orang-orang sih ini tulisan yang ditunggu-tunggu, ya sudah saya tulis semampu saya ya).

4 September 2014

Masih tunggang langgang di kampus perjuangan urus ini itu. Di Pascasarjana, masih tanda tangan dan tanya ini itu. Di Teknik Informatika, cetak berkas ini berkas itu, melayani permintaan sahabat saya yang saya panggil 'Mamak' untuk foto bareng sebelum saya pergi dan lain sebagainya. Perjalanan di Teknik Informatika berlanjut dengan mencari dosen-dosen untuk berpamitan. Namun sayang seribu sayang, dosen pembimbing 1 saya sedang repot dalam urusan ekivalensi tak enak rasanya mengganggu beliau, dosen pembimbing 2 berikut dosen wali S1 dan S2 saya sepertinya juga tak ada di tempat. Sedangkan beberapa dosen yang lain tidak sempat saya ganggu. Alhasil, karena panggilan teman sekampus untuk pergi berpamitan ke tempat les IFI semakin mengguncang, saya pun menyerah berjuang untuk sekedar bertatap muka dengan beliau-beliau yang dengan (sangat) sabar (sekali) memberi pengajaran berikut membimbing saya dalam kuliah (termasuk permintaan maaf kepada Bapak dan Ibu, saya sering tertidur di kelas). Tapi di tengah perjalanan naik tangga ke laboratorium, saya berpapasan dengan Pak Hari, mengajukan permohonan berpamitan. Teruntuk Bapak Ibu Dosen, sekali lagi saya berterima kasih dan meminta maaf atas segala kelakuan saya selama 4 tahun. 

Perjalanan berlanjut dengan pergi ke Mirota, ceritanya membeli blangkon untuk oleh-oleh untuk orang-orang Perancis untuk membantu saya. Setelah berputar-putar di dalamnya, eh ternyata blangkonnya ada di almari. Koleksi blangkon tersebut selayaknya sudah banyak, tapi tempatnya hanya 1 almari itu saja, jadi ya... begitulah. Perjalanan berlanjut ke pencarian wejangan dan berpamitan kepada guru-guru les Bahasa Perancis di IFI Surabaya. Bertemulah kami (Saya, Mega, Aziz, Mbak Inne) dengan guru-guru yang tidak kalah sabarnya menghadapi kami yang pecicilan dan menggemaskan selama periode Januari hingga Juni, ya kan Madame-Monsieur? Tersebut Madame Irma, Monsieur Karguna, Monsieur Tarsono, Monsieur Dedy, Madame Norma, memberi kami wejangan untuk hidup di Perancis. Uniknya, kata beliau-beliau ini, kami harusnya bahagia sudah akan berangkat ke Perancis, tapi beliau-beliau malah melihat roman muka kami yang demikian cemas, panik, takut, dan was-was. Yah, sesi nasihat dan menenangkan kami sudah beliau-beliau lakukan, tapi tidak mempan. Tak pelak, perpisahan itu pun terjadi, perjumpaan tentu ada perpisahan. Insya Allah kami semua, dengan izin Allah, akan membuat perjuangan ini indah.

Kepulangan saya dari tempat les diantar ribuan dering dari ponsel. Eh ternyata, sepupu saya yang tinggal di rumah mengingatkan saya untuk segera pulang. "Iya, habis magrib," jawabku. Meskipun ibadah di waktu magrib sudah kulakukan, saya tetap berkeliling Surabaya mencari obat-obatan yang perlu dibeli untuk bertahan hidup di musim dingin nantinya. Perjalanan pulang ini juga akan saya kenang untuk mungkin berkendara motor yang tidak akan saya nikmati selama setahun kemudian. Menikmati suasana magrib menjelang isya di Jemursari.

Di malam ketika sampai di rumah, saya pun beranjak untuk mengemasi barang-barang di ransel. Demikian hingga menitipkan barang yang tidak sempat saya beli ke sahabat-sahabat yang luar biasa "mbelani" menginap di rumah saya untuk mengantar kepergian saya. Terima kasih saudara selama 4 tahun, Fahmi dan Fadlika. Saya sebenarnya lupa-lupa ingat bagaimana kita bisa dipersatukan. Tapi, semoga petualangan kita tidak hanya berakhir sebagai kenalan, tapi juga sahabat.

5 September 2014

Dag-dig-dug keberangkatan dimulai, namun saya masih harus mencari barang penting satu lagi, apa itu? YAK namanya magic jar alias saudaranya penanak nasi. Setelah sarapan bersama sahabat, mempersiapkan ini itu sebelum berangkat, saya bersama Bapak dan Ibu pergi ke supermarket dekat rumah untuk menjemput magic jar itu. Sedemikian hingga, saya datang paling terlambat di antara rombongan. Sementara, di bandara sudah hadir beberapa makhluk yang menyambut keberangkatan kami, yakni rombongan teman-teman dari teknik sipil untuk Basshofi, kemudian, sanak saudara dari Mbak Hana, dan sanak keluarga dari Mega. Teman-teman saya? Nanti saja lah, check in dulu.

Keluar dari check in eh ternyata rombongan mentoring Mas Agil sudah datang, ada Mas Agil, Fahmi, dan Fahrudin, plus Fadli (yang di luar lingkaran). Lalu, foto kece dengan magic jar unyu yang baru saja dibeli. Lalu, beberapa menit kemudian, datanglah Ecci dan Emiria. Mereka ternyata sampai juga di sini. Lalu hadir pula rombongan trainer BREAKTHROUGH yang tiba-tiba membawa kenang-kenangan paling rempong, dengan hilangnya sang ketua Bintang entah di mana.
Ini kelompok mentoring, stay istiqomah
Left to Right: Iin, Amal, Saya, Iva, Fiona, Mumu -tanpa Tatang-


Left to Right: Emiria, Saya, Ecci

Setelah berpuas foto bareng, saya pun berangkat ke tanah rantau yang jauh itu. Mohon doa supaya kehidupan saya lancar di sana dan membawa manfaat. AAAMIIIN.
Semoga jadi perantau yang baik :P

Salam dari tengah kabut Compiègne, 23 September 2014.

0 komentar:

Posting Komentar