Senin, 16 Desember 2013

Tahun Keempat

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Menanggapi waktu yang semakin sedikit ini.... Saya ingin sedikit bercerita mengenai kehidupan saya di tahun ke-4. Sudah hampir separuh waktu sih. Tapi, ya semoga bermanfaat.

Kehidupan tahun keempat bermula dari lengsernya saya dari Keluarga Muslim Informatika - ITS 2012-2013 dan otomatis memperbarui amanah saya sebagai Dewan Pertimbangan Pengurus KMI ITS 2013-so on. Kemudian, dilanjutkan dengan masa Kerja Praktek di Pertamina dengan judul... (terlalu mengerikan jika saya buka di sini). Dan yang bikin deg-degan adalah jalan-jalannya bersama si Fahmi (jangan baca, dijamin silau), si Muamar, si Riduwan, dan si Fadlika . Saya teh ke Bandung mbolang sama Fahmi. Dan untungnya sampai Jakarta lagi sehat wal a fiat.

Kalau mau dibikin kaleidoskop sebelum kuliah semester 7 dimulai... ini daftarnya :)

Kilas balik lagi, ketika sudah kuliah. Semua nampak semakin sibuk. Dan saya juga tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Iya sih, kuliah semakin menipis. Tapi, di luar kuliah semakin tebal saja. (Baca: menghadapi TA). Tapi, semakin jauh melangkah, perjalanan saya rasanya semakin menakjubkan karena ditemani orang-orang hebat. 
  • Tim baru yang (sangat) riweuh  HMTC
  • Tim JBC IM TELKOM Paper Competition: Hani, Amal, feat Ulin (perjalanannya sangat sesuatu)
  • Tim GEMASTIK! Alhamdulillah, Awal, Geri (intelegensinya di mana? -kemudian, muka ditekuk-)
  • Kawan-kawan di S2 Teknik Informatika ITS
  • SabangMerauke BLP Team (yeaaa)
  • Fast Track goes to France (ah, semoga :) )
  • Mentoring kece Mas Agil (ini orang-orangnya sih hebat-hebat, saya jadi minder)
  • PH KMI ITS 2013-2014, namely generasi tauhid
  • Tim PKM TechSocio DSS- RUMA (Ira: sekdep merangkap ***** RISTEK HMTC, Adhika:; Menteri Ristek BEM ITS, Faiz: artis)
  • Tim Kelas Inspirasi Sidoarjo DAYUNG! 
Sepertinya sudah cukup mendeskripsikan apa yang sudah saya dapatkan selama separuh tahun keempat. Kiranya semoga bermanfaat. 
(soon will be updated with graphics)

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh :)
Stay encouraged, stay motivated

Jumat, 13 Desember 2013

SabangMerauke edisi 2: perjalanan si sandal

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Sudah lamaaaaaaaaaaaaaaaa sekali rasanya saya tidak mengirimkan tulisan di sini. Semoga sisa-sisa ingatan saya tidak menjurus ke hal yang salah. Tulisan ini bertujuan untuk menginformasikan mengenai pengalaman saya bersama SabangMerauke. Pos sebelumnya ada di sini.

Melanjutkan tulisan sebelumnya mengenai SabangMerauke, begitu banyak hal yang terjadi. Merasakan menginap di rumah teman yang bahkan baru bertemu 2x (huahaha, terima kasih Mufid, segeralah belajar mengurus rumah); menunggu Kereta Rel Listrik (KRL) ditemani gerimis romantis (apaan yak?); curhat ceria bersama pak supir taksi mengenai anaknya yang kecanduan komputer (wacana penting ini!).

LANJUT! Sampailah mobil taksi biru itu ke jalan Jenggala untuk menurunkan saya menghadapi pesta perpisahan SabangMerauke dengan..... kepagian. Maksud saya, lebih  awal daripada acara  seharusnya (jam 4.30 sih harusnya, tapi datangnya jam 4.00 ya kali takut mati gaya di tengah macetnya Jakarta). Tapi, alhamdulillah, kekosongan waktu itu bisa saya gunakan dengan kegiatan yang bermanfaat.
"Kak Hani, ayo masuk!" Teriakan itu membuyarkan konsentrasiku. Datangnya dari kak Ayu. Salah satu tim perumus SabangMerauke. Terkesiap, saya pun melangkahkan kaki ke arah rumah yang emmmmmmmm mengagumkan (dalam pikir saya, ini rumah? Atau istana?). Ya sudah disyukuri saja tanpa banyak cakap, kapan lagi punya pengalaman sama rumah model gituan (ada kolam renang, ada aula yang diisi lukisan, ah ya sudahlah). Di dalam rumah tersebut ternyata sudah ada buku tamu yang harus diisi, label stiker untuk pengenal nama.

Di aula yang banyak lukisannya itu, saya mati gaya alias kikuk. Bagaimana tidak. Kakak SabangMerauke pada sibuk, susah masuk. Bercanda sama Anak SabangMerauke, sama sibuknya. (Sibuknya sibuk ngobrol, sih. Lagian saya tipe orangnya juga introvert) Tak lama, datanglah sosok yang sudah saya kenal, Niwa Dwitama, mahasiswa berprestasi (Mapres) UI 2013 (dan di kemudian waktu diumumkan sebagai Mapres Nasional 2). Sedikit ngobrol, eh saya dikenalkan dengan Iman Usman (Mapres Nasional 1 2012), salaman aja, siapa tahu ketularan kiat Mahasiswa Berprestasinya. Saya juga nggak jauh dari singkatan Mapres, cuma beda kepanjangan: Mahasiswa ngepres (baca: pas-pasan, tapi nggak kok, saya sudah berusaha yang terbaik --> menghibur diri).

Memasuki acara (akhirnya), dibuka oleh MC dengan menawan. Diisi sambutan oleh... Pak Anies Baswedan. Kedua kalinya saya bertatap muka dengan beliau, keren banget pengalamannya exchange di luar negeri, dan beberapa hal toleransi yang ingin saya diskusikan dengan mentor saya. Kemudian, salat magrib berjamaah dan... MAKAN. Oh yang saya sedikit kecewa adalah penyediaan tempat wudu pria dan wanita yang tidak dipisah. Mungkin sekarang saya hanya bisa mengkritik, harapan saya ke depannya fasilitasi ini bisa lebih baik. Ya kali, saya takut kalau nggak sengaja melihat aurat mbak-mbak yang sudah berkerudung itu. Dosa kaaaaan. Salat pun dilaksanakan di aula itu. Berjalan lancar alhamdulillah.  Makannya pun...... me-WAH. Diiringi hujan agak deras yang hampir membuat orang terpeleset ke sana ke mari, suasana makan malam di pinggir kolam itu benar-benar "wew, sekali doang ini... SEKALI". Tapi, akhirnya makannya pun duduk bersila di atas karpet sama para relawan, maaf nggak biasa makan mewah.

Acara dilanjutkan dengan sambutan Kak Ayu yang bikin mewek karena saya merasakan pancaran energinya yang begitu maksimal mengenai SabangMerauke. Ah dasar saya gampang terbawa perasaan, ketika disambung dengan acara pemutaran video, saya sudah tak mampu membendung air mata. Kemudian, tampillah Anak SabangMerauke yang mempraktekkan hasil latihan menyanyi mereka, ditemani para penyandang ketidaksempurnaan dari lembaga yang pernah bekerjasama dengan SabangMerauke untuk acara Hari Sosial SabangMerauke, Senin 8 Juli 2013. Terharu? Iya, walau cuma sehari bertemu anak-anak unyu itu. Dengan overly excited-nya, saya melambaikan tangan untuk menyemangati mereka. Malu, nggak sih.

Diteruskan dengan penampilan Kakak SabangMerauke yang nggak kalah mengagumkan. Satu kata, Awesome! Dan berikutnya sharing dari para Famili SabangMerauke (FSM), menguras air mata. Berbagai cerita, mulai dari mau mengantarkan Anak SabangeMerauke nonton Dahsyat, tapi akhirnya ke Inbox; terlambat membangunkan sahur karena Famili berbeda keyakinan dengan si Anak SabangMerauke; terlambat  mengantar ibadah dan salah jadwal; belanja mengharukan karena seratus ribu; substitusi Candi Borobudur dengan Monas; balada.tidak tenang  Anak SabangMerauke dan Kakak SabangMerauke karena kucing; dan banyak lagi. Dari semua pengalaman itu, layaknya kita mengambil pelajaran. Terkadang banyak hal di dunia ini, yang bisa didapat tanpa muluk-muluk. Kesederhanaanlah intinya. Sesi ini pun ditutup dengan pemberian kenang-kenangan Famili SabangMerauke kepada Anak SabangMerauke dan sebaliknya. Pigura foto, tulisan, bunga mawar, dan benda-benda lain berpindah tangan dengan cepat dan dramatis (beneran, banyak air mata tumpah di sana).
Acara pun beralih ke penghujung... Setelah ditutup dan... FOTO-FOTO!!!! Sesi ini adalah sesi paling gawat di sini. Siapa pun bisa saja langsung ditarik buat foto bareng. Saya pun jadi korban, diminta foto oleh Anak SabangMerauke... oh, kenangan. Dan sukses memolorkan waktu pulang saya hingga jam 10 malam meninggalkan kediaman keren itu.

Performance Anak SabangMerauke, Sahabat

Performance Anak SabangMerauke

"Terkadang, hanya setitik yang usaha yang dibutuhkan. Tapi, jika anda melakukan titik usaha itu dengan tulus, titik lain akan berkumpul. Membuat titik lainnya. Menjadi besar, dan bermakna."

Semoga bermanfaat.  Maaf jika ada kesalahan. Untuk Kak Furi, Kak Ayu, Kak Wie, Kak Chiro, Kak Meiske, Kak Jourdan, dkk., terima kasih. Saya ingin melanjutkan proyek websitenya, namun.... apakah masih boleh? Saya sadar saya lalai dan khilaf. Namun, semoga kesempatan itu masih terbuka untuk melanjutkan semangat SabangMerauke ini. Saya sadar kalau SabangMerauke ini bermanfaat, dan saya sudah ceritakan ke banyak orang. Banyak yang terkagum dan mengapresiasi program ini. Walaupun masih dalam bayangan dan sudah saya diskusikan ke pihak mahasiswa di kampus, ingin mengadopsi konsep seperti ini dalam pengabdian masyarakatnya.
Best Regards to Everyone involved: ASM, KSM, FSM, All Relawan SabangMerauke and others.

Salam toleransi, pendidikan, ke-Indonesia-an.

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

Sabtu, 20 Juli 2013

Pengembara Pantofel: Bersama Sabang Merauke (1)

Assalamualaikum wr.wb.
Time to share, time to learn something new.
Oke... jadi sebenarnya hari itu saya sehari izin Kerja Praktek untuk suatu event yang diadakan Sabang Merauke. Tapi, yang saya dapatkan lebih dari sekedar "meliburkan diri". Let's check it out.
——————————————————————————

"Silahkan adik-adik di sini Anak-anak Sabang Merauke berikut juga Saudara Sabang Merauke menuliskan janji dari adik-adik untuk menggapai cita-cita meraih pendidikan perguruan tinggi entah di mana pun itu dan berjanji tidak akan putus sekolah." Begitulah (kira-kira, jika tidak salah ingat, dengan beberapa modifikasi yang ada) instruksi sesosok inspiratif dengan selempang kuning itu, Niwa Rahmad Dwitama, Mapres UI 2013, khas, kepada sepuluh lebih sekian insan belia peserta Sabang Merauke angkatan pertama.
Momen dramatis itu menjadi titik kulminasi acara pada jumat itu, Education Day Sabang Merauke. Sepuluh anak-anak SMP yang terpisah jarak sedemikian hingga, terbilanglah seorang bernama Ferdinan dari Sabah hingga si jelita Paska dari Jayapura, saat itu menjadi satu yang dekat dalam lingkaran, mengelilingi galian cita-cita yang akan tumbuh meroket hingga mimpi mereka di sana. Hingga detik ini, inspirasi akan terus mengalir, bersama.... toleransi, pendidikan, dan Indonesia.
.....

"Hani ya?" Ujar seseorang berusaha mengenaliku selepas turun pukul 8 di stasiun UI. "Ha?  Iya..." saya menanggapi dengan linglung, sepertinya masih merasa ajaib dengan KRL yang baru saja ditumpangi. "Ayo kumpul di situ... Chiro ini Kak Chiro." Sambung pria dengan kaus berkerah abu-abu kebiruan itu. Oh iya, gimana bisa lupa sih...?
Kak Chiro ialah seorang penggagas ide Sabang Merauke ini. Gerakan bernafaskan pendidikan dengan upaya  mengumpulkan anak-anak dari seluruh penjuru Nusantara, untuk berbagi satu sama lain, berlatih satu sama lain, belajar bagaimana toleransi dengan terjun langsung, meraih asa Indonesia dalam tangan mereka ini. Dan SabangMerauke ini adalah rekanan tim saya dalam BLP (Breakthrough Leadership Project) YLI Wave 5... (itu loh... postingan sebelumnya, baca dong)

Yah begitulah dari saya yang linglung dan sedemikian rupa dibikin tersihir oleh pelajaran-pelajaran selama satu hari itu. Selagi menunggu para peserta datang, saya berkenalan dengan beberapa partner Sabang Merauke yang sudah hadir di sana. Ada Kak Wahyu, Kak Didi, Kak Fariz, dan Kak Putra. Yah... gimana ya masih kagok-kagok gimana, sudah terdampar dalam waktu sebulan di Jakarta (sempat pake acara nyasar pula, menyedihkan), pertama kali naik KRL, dan pertama kali juga ke UI (Universitas Indonesia). Yang sempat didamba dikarenakan saya ingin masuk Akuntansi dan UI Akuntansinya terbaik se-Indonesia. Tapi saya nggak nyesel. Beneran loh, suer. Lanjutin hoi, ngelantur nggak jelas


Singkat cerita, setelah ngobrol sana sini dengan Anak Sabang Merauke [ASM] yang datang satu per satu... (Alun, Ferdi, Iman, Ayul —mentolo takuyel-uyel cah sithok iki, Iswan, Novi, Apipa, Zana, Paska, Villa) dan Saudara Sabang Merauke 
[SSM] (Dimas) dan Kakak-Kakak Sabang Merauke [KSM] (Kak Kezia —maaf ya Kak, kayaknya sering saya dzalimi dengan menyebut suaranya terlalu lantang, maaf.. maaf, Kak Rona, Kak Putri, Kak Laura, Kak Chen-Chen (Chenia) mirip sama teman saya di jurusan, Chen (Yenita), cuma si Yenita versi mini-nya, Kak Mutia, Kak Mubin, Kak Mustaf, Kak Gary). Dan selagi menunggu... saatnya GAMES. HORE dimulai dengan simulasi SevenUp, yang mungkin bagi sebagian orang menyebalkan... tapi gue aman mwahahah. Dan Games Cabu-Cabu-cacaca featuring saya sebagai leader-nya. Ya sudahlah...  semoga saya bisa membuat gerakan awalan yang baik... (sempat kepikiran salto, split, push up, apa.... cheerliar? Ah sudah simpel saja. —Nggak tau cheerliar? Itu budaya seru pas tahun pertama Smala. Cheer yang anggotanya cowok semua. Ah sudah cukup. Masa kelam) . DAN SAYA SUKSES! Membuat beberapa orang semakin pusing bersama gerakan saya. Oh ya sudahlah.

Menuju kegiatan pertama, kuliah bersama Pak Dekan Fakultas Ekonomi  UI, Pak Jossy. Berangkat dengan bis kuning khas UI dari stasiun UI, dan melihat-lihat dari luar gedung-gedung indah nan gagah yang mengiringi ribuan kepala generasi baru masuk dan keluar almamater ini selama rentang tak jauh dari empat tahun. Perjalanan di sebelah kiri kanan jalan —kayak hutan rek, tenan— begitu asri dan hijau. Selagi bertukar cerita dengan kawan-kawan baru (yang beberapa baru menyandang gelar sarjana) dan saling tunjuk gedung belajar satu sama lain, perjalanan begitu terasa cetar sampai akhirnya masuk ke kampus FE. Kesan pertama... wah besar ya?


Berjalan beriringan menuju suatu ruang kuliah di lantai tiga berlangsung bersama rasa penasaran saya di gedung ini sambil berujar "hooo" bersahutan dengan penjelasan kakak-kakak ini. Di ruangan tersebut, saya, yang merasa cukup tahu diri untuk tidak duduk di barisan depan, melenggang duduk sebangku dengan Kak Mustaf, Kak Mubin, Kak Chen2, dan Shaffa (seorang Saudara Sabang Merauke). Tak lama, seorang sosok tinggi besar datang, berikut sama besarnya dengan rasa penasaran inikah Pak Dekan? Ternyata mengabarkan Pak Dekan hanya bisa hingga pukul setengah 11. Ealah, bukan Pak Dekan tho. Sejenak waktu terbuang, barulah sosok bijaksana itu datang
, Pak Jossy P. Moeis.

Beliau mengawali kuliah dengan semangat berkobar bercerita mengenai betapa pentingnya pendidikan. Tentu saja, para ASM dengan gegap gempita dalam keheningannya mereka sendiri-sendiri menyambutnya bak sungai yang mengucapkan "halo" pada derasnya air terjun. Pak Jossy berkisah tentang konon perjalanan seorang perantau dari Tanah Riau, hingga mengenyam pendidikan di Jakarta, berlanjut kerasnya hidup di Negeri Paman Sam, dan hadir di tengah-tengah kita semua, sebagai seorang pemimpin Fakultas Ekonomi di universitas yang begitu ternama ini. Muara dari segala pembicaraan ini tentu adalah tanya jawab dari para ASM. Penggalian informasi dengan kalimat tanya dari Alun, Novi, Paska, Iman, dan kawan-kawan ini sanggup menginspirasi Pak Jossy untuk merelakan sedikit waktunya melebihi 10.30. Lalu, sesi ini ditutup dengan foto-foto. Saya sih ikutan... Gimana nggak kebelet narsis foto sama ASM-SSM yang unyu ini (KSMnya juga kok)
Lagi, kalian sungguh luar biasa. Jalan kalian ini sungguh tumbuh dengan terarah.
Tak mungkin semaian yang kami rawat dengan cantik ini hanya menjadi tanaman yang kering.
Tidak, kalian benar bukanlah gulma. Yang mengganggu lagi tak bermanfaat.
Kalian adalah bunga cantik kami. Menebar wangi ke seantero negeri. 

LANJUT!

Persuaan kami berikutnya adalah dengan pusat jendela dunia termegah di kampus hijau ini. Tak lain dan tak bukan adalah Perpustakaan UI. Sejenak menjejakkan kaki di sana, Hmmmmm.... Bukan bau khas buku kumal atau kertas cetakan baru yang kami dapati, melainkan suasana ala pusat perbelanjaan tengah kota a.k.a mal zaman sekarang. Sebenarnya nalar diri tak kunjung berujung demi penataan yang seperti itu. Penikmat buku tradisional seperti saya sih belum pernah mencoba membaca buku di tempat seperti itu. Kali aja ilmunya lebih masuk... Kali aja.
Namun, hal ini didapati sedikit berbeda oleh binar mata para ASM, samanya sih mungkin "waaaaaah, perpusnya megah banget." Di luar hal itu, cahaya pandang mereka membuat saya penasaran, akankah mereka berpikir ini suatu yang patut dijelajahi? Akankah semua ilmu dari penjuru dunia ini akan kumanfaatkan? Entah. Siapa yang tahu.
Tapi oh seribu tapi, waktu kunjung kami di perpustakaan ini hanya terhitung menit. Lagi-lagi, waktu istirahat di pinggir danau yang membatasi tapak pantofel ini dengan balairung UI, diisi dengan nafsu foto-foto yang begitu tinggi. Kali ini saya nggak terpengaruh dong. Ya sudahlah, jadi tukang potret sementara waktu dengan ponsel mungil saya. Enggak, nggak pakai kamera macam SLR, bisa-bisa kameranya terbakar gegara ke-gaptek-an saya.

Kala matahari sudah tinggi di atas kepala, kami bersiap untuk ibadah besar para muslim di tiap pekan. Apalagi kalau bukan salat Jumat? Kami beradu dengan pergerakan surya kembali menuju FEUI dipandu perputaran roda bis kuning yang kokoh. Eh, nggak di Masjid UI? Tanyaku kepada beberapa pihak. | Oh enggak, nanti soalnya acaranya di sekitar FE juga.| Oooh.
Sepeninggal lelah di pelataran gedung FE UI, kami mengatur rencana bagaimana agar bisa kumpul tepat waktu. Selagi mayoritas salat Jumat, dan lainnya ada yang ibadah khusus menghadap ke Timur. Dan tentu muncul anggukan patuh cerdas terhadap instruksi Kak Chiro sebelum derap kaki ini melangkah menyambut ibadah sakral itu di... . Ehm? Salat Jumat di lapangan basket?
Nggak separah yang dibayangkan, lapangannya dalam ruangan, memang sudah disiapkan salat Jumat seperti itu. Pancen wes sip. Jamaah dari Sabang Merauke berbondong-bondong mengambil air wudu di luar. Sebelumnya, instruksi dari Kak Fariz untuk berkumpul di depan pintu lapangan basket sudah tercatat dalam benak dengan baik.
Eh lhadalah, selesai salat Jumat malah saya yang ketinggalan sama rombongan. Mana belum hapal jalan lagi. Ngekor deh ke sana ke mari. Nggak nyasar kok, Alhamdulillah.

Dan, sampailah ke acara yang ditunggu-tunggu... Penanaman janji. Tak jauh dari tempat kami salat Jumat (kembali lagi ke lapangan basket itu), sudah siap sebuah galian lubang yang kayaknya juga nggak cukup untuk menimbun salah seorang yang bertubuh mungil dari kami. Dipandu Kak Chiro dan dilanjut oleh Kak Tama (Niwa R. Dwitama, Mapres UI 2013), kata-kata yang menggugah hati seseorang untuk selalu bermimpi meluncur begitu saja. Detik-detik janji untuk menggapai pendidikan yang tinggi itu sudah di depan mata. Segala ucap dari Kak Tama membuat belasan pasang mata itu menatap jauh ke dimensi yang tak sekedar angan-angan. Dimensi yang nanti termaktub dalam coretan bermakna di secarik kertas. Ya, dimensi itu ternamai cita-cita.
Ya, sumbu roket itu sudah disulut.
Disulut oleh tangan mereka sendiri.
Takkan pernah mati, meski pernah dalam oksigen yang sepi.
Takkan pernah meledak, meski pernah berkobar.
Sumbunya memang akan berjalan di alur yang tak diduga.
Sumbunya memang akan berujung dalam panjang lika-liku yang penuh debu.
Namun, apinya akan abadi, meninggalkan abu inspirasi tiada henti.

Berbagai cita-cita pun mereka sebut. 
"Saya .... berjanji, akan melanjutkan pendidikan di .... dan tidak akan putus sekolah."
Alangkah beraneka suara mereka, ada yang sebut arsitek, kimia, ekonomi, kepolisian, ada yang sebut UI dan ITB. Geleng-geleng kepala tanda haru akan cita-cita mereka, yang notabene jauh dari hingar-bingarnya kota besar layaknya Jakarta sebelum dua minggu ini, dilakukan oleh hampir semua kami. Hampir.

Herannya sih, kenapa nggak ada yang sebut Ilkom, Teknik Komputer, Teknik Informatika, atau bau-bau bidang saya.Spesial deh
Gulungan cita-cita itu dikumpulkan di dalam botol cita-cita "Sabang Merauke". Dan botol itu ditanam dalam galian yang sudah disiapkan itu. Harapan dari ide ini, cita-cita yang dilambangkan sebagai benih itu nanti akan tumbuh sebagai pohon tinggi nan elok, memberi manfaat bagi sekitarnya, layaknya tanaman bagi semua insan yang hidup di sekitarnya.

Akhir perjalanan, giliran Kak Diandra atau sering disebut Kak Didi memimpin. Kegiatannya jurnalling namanya, sepertinya semacam kontemplasi. Buat semua ASM, SSM, dan KSM. Semua diminta menulis. "Dalam lima tahun ke depan, saya berjanji untuk menjadi...". Well,  saya ingin ikutan juga. Tapi, saya kan hanya penggembira di sini. Oke, ndak masalah. Melihat saja sudah belajar banyak. Hehe. Lembaran kertas itu niscaya akan menjadi motivasi dan mungkin basah ketika haru biru itu datang saat lima tahun selanjutnya dibuka kembali.
Kembali ke Bus Kuning yang menghantar ke stasiun. Selepas tiba di seberangnya, saya berpamitan dengan belasan tangan mungil itu. Mengharap esok hari bisa bertemu lagi. Di lain kesempatan, dengan manisnya buah yang dipetik masing-masing.

---------------------------------------------------------
Eits, tenang. Masih ada serunya part 2 kok, Malam Perpisahan dengan Sabang Merauke angkatan pertama. Sabar aja. Juga ada out of event story-nya, yang nggak kalah seru dan garing
Ada kalanya segala yang kita tulis mungkin hanya sekedar coretan, karena itu komentar, kritik dan saran sangat membangun. Permintaan maaf akan selalu saya torehkan di sini selagi kesalahan yang ada selalu merundung.
Oh ya, kalau mau tahu lebih jauh tentang Sabang Merauke bisa cek nih di situs sabangmerauke.org (klik aja), dan twitter @SabangMeraukeID ,  atau nunggu laporan resmi dari BLP kami hehe.

OH IYA, LAGI. Gak ada foto-fotonya. Hehe Maaf yak. Lagi gak hobi foto-foto.


Wassalamu'alaykum wr.wb.

Jumat, 21 Juni 2013

Young Leaders for Indonesia McKinsey (Forum 1)

Assalamu'alaykum wr.wb. Ganti gaya bahasa dikit ya... Oleh-oleh dari Informatics Writing Experience (IWX 16 Juni 2013 kemarin)
Tulisan ini ada karena nganggur banget (err... di tanah orang, mau pelatihan tapi pembicaranya belum datang, dan rencana baca jurnal online tapi apa daya harus bayar)
Mengambil sedikit cerita dari beberapa waktu lalu, yang saya janjikan untuk menceritakan forum YLI setelah Summit YES (cek tautan ini).

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kepala saya berusaha selalu tertunduk saat itu. Bukan karena apa, tapi melaksanakan suatu anjuran "JAGALAH PANDANGANMU". Geleng-gelenglah pokoknya. Roknya yang pendek, busana tanpa lengan. Problema tersendiri untuk mengarungi situasi di sana, terlebih materi lapangan yang harus menerjunkan interaksi.

Kejutan yang tidak bisa dipungkiri, mengingat kondisi saya yang aman-aman saja di kampung halaman. Merantau di "hotel" wilayah lain, dengan segala fasilitas eksklusif. Mencetak sejarah sebagai seorang pemimpin, yang kurang lebih forumnya diadakan dengan tujuan seperti itu. "Tidak boleh tidak semangat," pikirku kala itu.

Forum 1 Young Leaders for Indonesia yang diadakan McKinsey di Hotel Grand Kemang itu memang sedikit banyak menguras waktu. Terlebih diadakan ketika INSPIRE II (Kaderisasi 2 Mahasiswa Muslim tingkat jurusan), yang membuat saya selalu SMS ketua panita secara rutin.

Namun, meski begitu, menurut saya, menjadi salah satu kesempatan yang menyenangkan dan bermanfaat. Yang pasti bertemu dengan kawan-kawan baru yang  menakjubkan. Bagaimana tidak, semua pesertanya memiliki lingkup paling tidak mahasiswa berprestasi, wirausaha muda, artis kampus, ketua-ketua ormawa di kampus, dan lain sebagainya. Dan saya? Masih misteri tersendiri mengapa saya bisa masuk forum ini. Jabatan? Ketua Lembaga Dakwah Jurusan.

Dengan semua faktor mewah dari faslilitasnya, karpet beludru, meja bertaplak halus, kamar hotel yang me-"nyaman"-kan, dan pembicara top, membuat serasa berkebalikan dengan tujuan pengadaan hal-hal itu. Hmmm... Namun, kecuali makanannya yang berskala internasional, yang tidak biasa dicicipi di rumah, sekali-kali tidak apa-apalah merasakan pudding coklat dengan saus buah dan saladnya.

Sungguh menjadi hambanya yang kufur jika saya hanya mengutuk segala keburukan tanpa bersyukur. Yang pasti, kesempatan ini tidak akan saya biarkan sia-sia. Menjalin ukhuwah, pertemanan, memberikan rasa rindu, melangkah maju. Bertemulah dengan saya kawan lama yang merantau jauh, Ste dan Zafira. Menjalin pertemanan dengan kawan-kawan baru, Amel dari UGM, Trini dan Ikhsan dari UB, Andik dari Tadulakko, Mas Fadel dari ITT, Mizwandi dari Riau, dan lain sebagainya. Well, awesome!

Bincang-bincang sejenak dengan kawan baru (yang pada sepuh dan ON FIRE dalam mengerjakan TA, hehe maaf Mas), ada Mas Fikri dan Mas Aldhi Reza. Ketemu orang keren lain di kesempatan berikutnya, Mas Hanif Azhar (Mas, takbilang keren lho), dan Mas Imron. Tambah sering berkomunikasi dengan Mas Dalu juga.

Detail seru lainnya, ada Personal Leadeship Project (PLP) atau biasa saya sebut KPP yang nanti akan dibawa di forum 2. Untunglah teman-teman PKM saya baik hati menyepakati PKM itu sebagai project. Dan berjalan sebagai mana mestinya. (Gak asyik, ganti konsep berulang kali itu nggak asyik???)
------------------------------------------------------------------------------------------

Meskipun begitu, banyak manfaat dari kegiatan ini yang bisa dipelajari. "Entah berapa tahun lagi, teman-teman pasti membutuhkan atau akan berhubungan dengan orang-orang yang dikenal di sana nantinya. Pasti" -Hanif Azhar

OK. Sekian dulu, semoga bermanfaat. Tak lupa saya ucapkan maaf jika ada yang tak berkenan atau kurang di segala sisi.
Wassalamu'alaykum wr.wb.

Selasa, 18 Juni 2013

Ketulusan

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Hmmm, ini apa frekuensi posting saya yang terlalu lama ya?
Hehe apa pun lah. Pokoknya nulis, iya kan? :D

Ketika kita menjalani hidup sebagai mahasiswa, pasti tidak pernah lepas dari berkehidupan bersama orang lain. Ya paling pelik sih biasanya berorganisasi, tapi paling sederhana yang pasti sering ditemui sih kalau ada tugas dan tugas itu berkelompok... Pasti pernah.

Pernah nggerundel nggak, ketika pas sudah ngerjain tugas atau lagi mau ada rapat apa... Tiba-tiba, si rekan kita nggak bisa datang nih. Semakin menambah nafas kita kayaknya, harus menghela nafas sering-sering. (Ya bagus dong :p). Nah ada juga nih, yang malah jutek dan lain sebagainya. Yang mana yang baik, dan yang mana yang buruk, sudah bisa tahu? OK. Saya sebenarnya pernah mengalami dua-duanya. Hehe. Biasa lah anak labil  zaman dulu dan sekarang.

Cerita-cerita sedikit tentang pengalaman boleh lah ya :)

Zamannya mahasiswa baru masuk tahun pertama, pasti ada masa orientasi dan lain-lain. Ketika itu, diminta datang lengkap dan sebagainya. Hmmmmm... Hampir tidak mungkin sih ya bisa 100% lengkap. Di sini sudah mangkel dan lain-lain. Yah, begitulah. Atau naik tingkat sedikit ke rapat organisasi. Misal jadi yang ada urusan, ternyata eh ternyata, yang bersangkutan yang jadi target urusan itu tidak datang. Hmmm, mangkel? Ya dan tidak. Sudah capek-capek bikin kan ya? Repot banget. --"

Tapi, seiring waktu dan kawan seperjuangan semakin sibuk... Mau ketemu hampir setiap hari aja susah, mencocokkan jadwal saja apa lagi. Hmmm, tapi semakin hari, semakin naik rasa sabarnya. Enggak tahu kenapa. Mungkin semakin sadar atas kesibukan yang lain. Begitulah namanya maklum. Rasanya... :-)

Dulu mangkel sekarang senang. Nggak tahu. Mungkin hidayah, diberi kesabaran lebih? Nggak tahu lagi, semakin keren dan sibuk orang-orang yang saya dekati, semakin senang saya. Beruntunglah saya ada di sana, menimba ilmu dengan teman lain yang lebih keren. Saya cinta dengan keadaan seperti ini, melihat kesibukan yang lain. Dan, ketika mereka datang di dalam lingkaran ini, bahagia kuadrat dan semakin cinta lah saya.

Karena ketulusan hadir bukan karena ada apa-apa, tapi ketulusan hadir dengan apa adanya.

Sekelumit yang saya sudah gali tentang diri manusia ini.  Mungkin masih banyak kekurangan.

Wassalamu'alaykum wr.wb.

Selasa, 14 Mei 2013

YES Summit 2013: Beyond Expectation

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Ada yang kangen tulisan perjalanan?
Boleh nih saya perbarui satu :D
Alhamdulillah telah terlaksana satu dari sekian acara keren yang begitu menghebohkan diri di minggu-minggu ini, mulai dari Young Leaders for Indonesia Forum 1 (ntar deh cerita yang ini), Majelis Akbar JMMI XXIII, Parade KMI 2013, dan yang paling akhir nih YES Summit 2013. Kali ini, saya hendak sedikit bercerita mengenai YES Summit 2013.


YES Summit 2013 adalah acara perkumpulan para insinyur dan ilmuwan muda yang sedang mengenyam pendidikan perguruan tinggi yang pertama kali diadakan di Indonesia. YES Summit yang pertama kali ini diadakan di ITS, sekaligus sebagai tuan rumah. YES Summit di sini mengangkat tiga topik utama sebagai pembahasan yang terbagi dalam tiga cluster: Energi, Urban Living and Environment, dan IT dan Digital Services. Saya masuk yang mana? Alhamdulillah termasuk IT. Hehe (apa lagi coba?) Ada sih beberapa yang nyeleneh... Anak Siskal masuk di IT (si Sanjaya tuh :P), anak Industri masuk IT (Faiz, ya... menyerempet2 kok), yang paling unik adalah yang dijalani adik kelas saya pas SMP malah nyelonong masuk acara ini padahal anak FKG (no problem sih, ya Sabila ya... Pokoknya kacamata kudanya dilepas).

Overall pelaksanaan dan konsep acaranya... OK-able, ada sedikit kekecewaan, tapi ya masa cerita kecewa di sini. Kan ruang publik dong ya.

 Menginapnya di Kompleks Asrama Haji Sukolilo, yang udah OK menurut saya. Di kamar tersebut saya dimasukkan bersama teman-teman Cluster IT yang lain, ada Mas Rofik, Mas Veo, Juang, Furqon, Ilham, sama Wiwid di kamar 214. Orang-orangnya luar biasa..... (Luar biasa gila). Di kamar isinya ngakak doang pas menghina dina Juang (hehe, sorry ya Juang). Apalagi pas ketambahan Pak LO Irzan, yang mungkin kesan LO di mata peserta lain kurang aktif dan bagaimana... Si Irzan ini malah ketularan gilanya kita. Maafkan kami, nak, di usiamu yang belia ini kami harus meracuni dirimu.

Somehow, first impression-nya keren. Pembicara pertama... Stand up comedy nya... AWESOME! Padahal membahas peran pemuda. Tapi makjleb banget juga. Lampion-lampionnya juga bagus :D

Mengenai materi dan lain-lain, kurang lebih sangat baik, walaupun ada yang sukses membius kami agar menundukkan kepala sejenak... untuk tidur.

Di sini, juga ada Focused Group Discussion dari paper yang sudah peserta kumpulkan. Outputnya adalah suatu rancangan karya yang nanti akan bisa diimplementasikan di kesempatan berikutnya. Saya dikelompokkan sama Juang, Ilham, dan Leo. Kelompok dengan anggota yang paling sedikit namun hebatnya selesai paling cepat. Komposisi 3 lelaki dan 1 perempuan, dari 3 universitas yang berbeda , Alhamdulillah tidak memberikan banyak friksi. Yang paling tegang adalah pas nunggu presentasi FGD, saya sama Leo sudah horor duluan, karena dosen pengujinya adalah dosen yang sukses membuat teman saya menangis pas presentasi PKM. Dan pas menguji presentasi di depan, sukses satu ruangan teater PENS mendadak tegang. Dan untungnya, pas FGD kami presentasi... Bapaknya memiliki kesibukan lain dan harus pergi. lalala yeyeye

Rasa kekeluargaan sih... Rada yaaa... gitu deh . Tapi alhamdulillah, temen baru tetep ada. Ini sih yang saya cari di acara-acara seperti ini. Kadang kita hanya bisa melihat semuanya dari satu sisi, tapi ada sisi lain yang bisa diberikan oleh orang-orang di sekitar kita. Terkadang bergerak sendiri pun masih butuh perjuangan begitu banyak untuk mengubah bangsa ini menjadi lebih baik, terlebih lagi terlalu banyak orang yang bergerak sendiri, saling silang pendapat pun akan muncul begitu hebat, hal ini baik. Namun, bergerak bersama mampu memfokuskan usaha kita, yang bergerak, memasifkan ide, memaksimalkan cinta, dan meminimalisasi ketidakikhlasan. Dan mungkin beberapa hal lain yang belum bisa tersebut.

Sebagai pembuka Mei ini (kasep Mas!), acara ini adalah salah satu ajang refreshment buat kita semua untuk menuju masa depan yang lebih baik, dengan optimalisasi teknologi dan sains.
Hal yang memiliki fungsi berguna sekali, namun jika digunakan oleh tangan yang jahat, adalah omong kosong, tidak akan ada yang berubah malah lebih parah. Sama halnya dengan teknologi dan sains. Kami akan menjadi generasi terbaik dari pelopor teknologi dan sains, yang akan mengarahkan kemajuan bangsa ini menuju kebaikan, dan menjauhkan pemanfaatan teknologi dan sains ini dari tangan-tangan tak tahu aturan itu.  

-YES Summit Generasi 1, pembawa kebaikan dalam gerakan ilmuwan dan insinyur muda Indonesia-

Wassalamu'alaykum wr.wb.

Sabtu, 06 April 2013

Bercerita tentang Takut



Dunia tercipta dengan warna
Warna itu cipta ceria dan senyum
Dentum hati tak terkira
Warna kelabu pun ada
Curah hati tanpa tawa dan kata

Riuh rendah kala hati bicara
Kadang kala sentilan berkunjung
Rasa yang melahap semua
Meringkuk dalam pejam mata
Tanpa cahaya
Ceria dan senyum tersebut
Lenyap

Kala takut berkunjung
Diam hati ini munculkan riang semu
Usaha tularkan senyum
Apa daya ikatan yang kuat takkan dusta

Adakah takut yang melahirkan senyum?
Tersentuh seiring lamanya si hati tak bersua
Selain takut yang ditiupkan
Yang terus dan bertumbuh
Cintalah adanya
Melahirkan senyum abadi
Namun takut yang tak berakhir jua
Dari Zat yang Maha Abadi

Kemuliaan rasa
Takut yang indah
Bukan gelap yang terjadi
Sinar teranglah yang tersiar
Menuju lurus
Teriring takut itu
Takut penuh cinta.

Kamis, 07 Februari 2013

Katakanlah Kepada Hati untuk Menjaga Diri


“Lis, kalau menutup pintu jangan keras-keras... Nanti rusak!” Terdengar suara seorang wanita paruh baya sekadarnya dari dapur tempat kecil itu, sedemikian pula gadis seragam putih abu-abu itu tak mengacuhkannya. Karena perasaannya sudah ingin membongkar kamar itu, rumah, ah tidak, bahkan kehidupannya. Kehidupan yang serasa hancur lebur, dalam diri yang tergeletak begitu hampa di atas tempat tidur.
Begitulah keadaan Erlisah, 17 tahun, siswi sebuah SMA ternama di kota di ujung timur Jawa. Tergolek begitu lemah memikirkan secarik pesan yang didapatkannya siang hari tadi. Derai air mata melewati gerai rambutnya itu membahasakan kalutnya, di lapangnya kasur ukuran kecil tersebut.
Padahal ceria yang tergambar dalam kesehariannya begitu terpancar hari itu, perempuan belia dengan tas paling merakyat sesekolah. Tas yang pertanda tak pernah berganti wujud, dari zaman kakaknya. Namun, kata “ceria” pun mencair begitu saja ketika jam istirahat. Sedetik saja setelah baris terakhir surat yang diterimanya selesai diproses pahamnya.





Kepada: Erlisah
Kamu tahu, mungkin beberapa saat yang kita sudah lalui bersama ini adalah masa paling indah yang kurasakan selama ini. Yah, kamu tahulah. Kita sudah hampir mirip orang pacaran. Ke mana-mana bareng. Nggak ke kantin, ke perpustakaan, ke laboratorium, bahkan ke musala sekolah pun, yang jelas-jelas nanti pisah gara-gara beda tujuan pun bareng. SMS pun nggak pernah lepas dari kata rindu dan kasih. Ya beneran, saya akui itu benar-benar hal yang paling menyenangkan dalam hidup saya. Berbagi hidup mungkin istilahnya, dengan seseorang yang sangat berarti.
Tapi, apa mau boleh dikata. Sebenarnya hati ini tulus ketika bersama kamu. Cuma, saya berharap banget. Kalau sebenarnya hal ini nggak jadi kenyataan di masa depan, dalam waktu dekat paling nggak. Nggak peduli suit-suitnya anak-anak di belakang kita, saya masih merasakan rasa itu bersama kamu dan ingin rasa itu berlanjut.
Namun, saya sempat berandai-andai. Udah pantas belum sih saya bersama-sama kamu. Sederhana, baik, pintar. Apa sih yang kurang? Saya kepikiran lagi, udah benar nggak sih yang saya lakukan selama ini? Berbagi kehidupan, mengagendakan suatu acara seharian, dengan seseorang yang seperti kamu, yang mungkin nggak tergantikan. Bagai seujung jarum di tumpukan jerami tahu? Tapi semua itu ada yang dirasa mengganjal.
Lalu, saya sadar. Saya ingin lepas dulu. Memutar balik roda kemudi yang sudah jauh berkendara. Membalik jam pasir yang sudah mungkin sekilo ada di tabung bawahnya. Hal ini nggak bisa dibilang perpisahan sih, toh ketemu setiap hari. Saya cuma ingin menjaga agar hal ini tidak sampai terlalu jauh hingga di hari nanti. Bukannya nggak pingin ketemu lagi, cuma saya ingin membatasi agar interaksi kita sewajarnya saja.
Sekali lagi maaf. Dan sabar mungkin saya sarankan sampai maksimal.
Seakan-akan hati saya berkata, jagalah dirimu sendiri. Sampai nanti halal waktunya. Saya tidak ingin berkata tunggu saya nanti, tidak. Saya tahu jika ada takdir yang mengisyaratkan ada yang lebih baik buat kamu, kenapa enggak saya mundur duluan? Biar nanti tangan Yang Maha Kuasa menunjukkan wajah itu.
Saya cuma nitip pesan terakhir untuk mengakhiri hubungan yang rasanya aneh ini (kayak gado-gado mungkin, hehe). Nggak cuma buat kamu, tapi hati kamu yang paling dalam: ‘Katakanlah Kepada Hati untuk Menjaga Diri’

Tertanda: seorang yang mungkin sempat memiliki arti
Zainur”
Erlisah pun serta merta pilu dan berlanjut dengan aksi mogok bicara sampai akhir...kehidupannya hari itu di sekolah. Semua ucap kawannya tidak digubris, ya sekadarnya saja. Mungkin “hmmm”, “iya?”, “nggak deh”,“maaf, nggak sekarang ya,”,”sori, lagi nggak mood ngomong”, atau cuma melengos saja reaksinya. Lirik-lirik sembunyi dihantarkan pada si Z dalam surat, yang berulang kali melintas di depan Erlisah dengan nyata, yang juga cuma memandang sekenanya kemudian menunduk sama seperti ketika memandang perempuan lainnya. Reaksi si Z menambah derajat kecemberutan Erlisah ke tingkat yang lebih tinggi, yang berlanjut memutar-mutar saja makanannya di kantin itu, berikut ekspresi kebingungan kawannya.
Desahan lemas pun membawa pikirannya kembali ke masa ini, beberapa jam setelah sepucuk surat itu sampai ke tangan Erlisah. Kertas tersebut sudah menjadi korban basah dan kusut sepihak demikian buruknya.
Dan dia pun masih menerka-nerka mengapa harus “menjaga diri”, atau pesan yang ditujukan kepada hatinya bahkan bukan kepada dia. Apakah mungkin dia harus membongkar gembok hatinya? Hati yang selama ini diselimuti perasaan “rasa” itu belaka? Atau memang ketika hatinya sudah dipenuhi “rasa” itu, ada yang terjepit di dalamnya, yang selalu mengetuk rasa itu agar tidak menyentuh nafsu yang buruk. Sesuatu yang acapkali gagal membentengi “rasa” itu. Ya, mungkin itu. Hal paling kecil dari hati yang sering dia tidak sadari.

-------------------------------------------------------------Diariku 19 Desember 2009 ER

Senyum simpulku terkembang menyambut halaman yang tidak sengaja kubuka ketika membongkar buku ini. Akhirnya aku pun mengerti menjaga diri, seraya membenarkan tatanan jilbab di depan cermin. Dan aku pun ingin selalu menjadi seorang yang ceria seperti keseharianku SMA dulu. SMS-SMS dari para teman lelaki baru kubalas pagi ini juga, meski sudah bersangkut di kotak masuk sedari mungkin 8 jam yang lalu, tak lupa kusertakan maaf. Mungkin hidup ini sebenarnya indah, dengan perasaan yang juga dulu kurasakan. Namun, perasaan itu biar jadi perasaan dalam hati. Tunduk dalam kepatuhan diri dalam nurani.

Kamis, 17 Januari 2013

Cerita Coretan: Telepon

-->
Telepon

“Kring... Kring...” Begitulah diriku memanggil tuanku. Tandanya, ada yang sedang ingin bertukar informasi dengannya. Segala hal yang mereka keluarkan kadang begitu asyik, dan kadang begitu garing adanya. Namun, semua hal itu memang tugasku. Meneruskan informasi dalam bentuk sinyal dan suara adanya.

Tapi, dalam hari-hariku duduk di atas meja semakin sepi saja.
Dulu sih, semua masih nyaman duduk berlama-lama menempelkan gagangku di telinganya. Malah ada yang bersila, berjalan mondar-mandir, bergulung-gulung atau apa pun lah istilahnya kata para tuanku. Katanya aku sering dipakai pacaran lah, dipakai mesra apalah. Selain itu, dulu aku juga malah kayaknya sempat pakai baju lucu-lucu, ada bonekanya, ada motifnya, eh malah cerita dandanan kan? Oh ya, pernah juga sempat dengar berita, ada telepon yang bertetangga sama teman-teman telepon lain, tapi hanya dibatasi bilik-bilik kaca begitu. Lucu kan? (Maaf, aku mendadak narsis).


Sekarang? Aku sudah ada adik yang bisa dibawa ke mana-mana. Teman-teman tuan cenderung lebih nyaman menggunakan itu. Awalnya sih saya tidak begitu khawatir, adik bisa melakukan SMS (mengirim informasi dengan teks, kalau tidak salah) dengan layarnya. Namun, para penemu semakin bersemangat memberikan semua hal yang bisa diberikan ke adikku ini. Mulai dari internet (aku juga bisa lho dipakai internet), layar berwarna, mengirim gambar (ehm, oke mulai nggak tahu), kamera (wow), internet dengan kecepatan super (minggir nih), dua nomor (jleb), permainan canggih, hingga sistem operasi (seperti saudara jauh Pak komputer saja ya). Dan aku semakin takut tergeser oleh peradaban.


Yah, paling tidak aku masih punya teman lain yang senasib, kelompok si komunitas surat, keluarga perangko, dan kumpulan amplop. Nasibnya sekarang juga tak kalah mengenaskan daripada aku. Namun, aku percaya, kita masih dibutuhkan di beberapa bagian, meskipun penggunaannya tidak sepanas si adikku telepon genggam itu. Yang aku tahu pasti, tiap hal yang pernah ada punya peran dan fungsi masing-masing, walau suatu saat mungkin terganti atau tidak. Paling tidak aku tahu pernah bermanfaat bagi para tuanku yang pernah memilikiku.



Lalu, selagi pertukaran kata dari tuanku di seberang sana berlangsung. Aku mendengar sayup-sayup temanku yang lain. Teman? Iya, maksudku alat komunikasi. Oh itu, iya si speaker, lazimnya sih namanya pengeras suara. Tapi, tuanku sering menyebutnya speaker, dalam bahasa Inggris. Anggap saja nama gaul zaman sekarang.
Dia saja sedang bersuara begitu bersemangatnya, entah diboncengi menangis. Sempat aku dengar kabar mengenai speaker itu dari teman-teman telepon lain yang pernah tersambung denganku. Dia tinggalnya di sudut-sudut strategis kubah atau gedung, melantangkan nyaringnya untuk tuan-tuannya. Iya, tuannya banyak, tidak seperti aku. Atau sanak familiku, dari generasi kakek pager sampai adik telepon genggam yang memanggil cukup satu tuan.
Dan hal yang mungkin tak sama dengan kami, yaitu nasib si speaker . Meski sama-sama dalam keluarga alat komunikasi. Tugasnya berat sekali, mungkin seringkali dianggap gagal. Kalau tugas sanak familiku, dari kakek pager, sampai adik telepon genggam, tugasnya ya cuma memanggil satu tuan dalam satu waktu. Nah, dia? Lima kali sehari, memanggil banyak orang, sampai sekomplek gedung kalau tidak salah aku pernah dapat kabar. Yang langsung menghampiri, ya mungkin segelintir, tidak seperti tuanku yang langsung secepat kilat menyambarku. Berhasil nggak sih? Ya, pokoknya saya merasa kasihan dengan speaker. Sepiku yang saya rasakan mungkin tidak sama dengan sepinya.
Eh, rasa-rasanya sebentar lagi tuanku hendak menghentikan percakapannya. Sepertinya mendengar koar-koar si speaker deh. Katanya, “mau menjawab panggilan mulia”. Ya sudah, aku bisa lega sedikit, paling tidak tuanku menghampiri si speaker. Sejenak sebelum gagangku diletakkan oleh tuanku, “Hayya ‘ala shalaaah”, itu kata-kata terakhir yang kudengar dari speaker, sebelum gagangku diletakkan kembali.
Baiklah, seharusnya sedikit syukur dariku aku beruntung memiliki tuan yang selalu menjawabku. Namun, selalu ada sedikit harapan untuk speaker yang hidupnya tidak semudah aku, membuatku berada di antara sedih namun bangga. Tetap semangat speaker!

 Semoga bermanfaat