Kamis, 17 Januari 2013

Cerita Coretan: Telepon

-->
Telepon

“Kring... Kring...” Begitulah diriku memanggil tuanku. Tandanya, ada yang sedang ingin bertukar informasi dengannya. Segala hal yang mereka keluarkan kadang begitu asyik, dan kadang begitu garing adanya. Namun, semua hal itu memang tugasku. Meneruskan informasi dalam bentuk sinyal dan suara adanya.

Tapi, dalam hari-hariku duduk di atas meja semakin sepi saja.
Dulu sih, semua masih nyaman duduk berlama-lama menempelkan gagangku di telinganya. Malah ada yang bersila, berjalan mondar-mandir, bergulung-gulung atau apa pun lah istilahnya kata para tuanku. Katanya aku sering dipakai pacaran lah, dipakai mesra apalah. Selain itu, dulu aku juga malah kayaknya sempat pakai baju lucu-lucu, ada bonekanya, ada motifnya, eh malah cerita dandanan kan? Oh ya, pernah juga sempat dengar berita, ada telepon yang bertetangga sama teman-teman telepon lain, tapi hanya dibatasi bilik-bilik kaca begitu. Lucu kan? (Maaf, aku mendadak narsis).


Sekarang? Aku sudah ada adik yang bisa dibawa ke mana-mana. Teman-teman tuan cenderung lebih nyaman menggunakan itu. Awalnya sih saya tidak begitu khawatir, adik bisa melakukan SMS (mengirim informasi dengan teks, kalau tidak salah) dengan layarnya. Namun, para penemu semakin bersemangat memberikan semua hal yang bisa diberikan ke adikku ini. Mulai dari internet (aku juga bisa lho dipakai internet), layar berwarna, mengirim gambar (ehm, oke mulai nggak tahu), kamera (wow), internet dengan kecepatan super (minggir nih), dua nomor (jleb), permainan canggih, hingga sistem operasi (seperti saudara jauh Pak komputer saja ya). Dan aku semakin takut tergeser oleh peradaban.


Yah, paling tidak aku masih punya teman lain yang senasib, kelompok si komunitas surat, keluarga perangko, dan kumpulan amplop. Nasibnya sekarang juga tak kalah mengenaskan daripada aku. Namun, aku percaya, kita masih dibutuhkan di beberapa bagian, meskipun penggunaannya tidak sepanas si adikku telepon genggam itu. Yang aku tahu pasti, tiap hal yang pernah ada punya peran dan fungsi masing-masing, walau suatu saat mungkin terganti atau tidak. Paling tidak aku tahu pernah bermanfaat bagi para tuanku yang pernah memilikiku.



Lalu, selagi pertukaran kata dari tuanku di seberang sana berlangsung. Aku mendengar sayup-sayup temanku yang lain. Teman? Iya, maksudku alat komunikasi. Oh itu, iya si speaker, lazimnya sih namanya pengeras suara. Tapi, tuanku sering menyebutnya speaker, dalam bahasa Inggris. Anggap saja nama gaul zaman sekarang.
Dia saja sedang bersuara begitu bersemangatnya, entah diboncengi menangis. Sempat aku dengar kabar mengenai speaker itu dari teman-teman telepon lain yang pernah tersambung denganku. Dia tinggalnya di sudut-sudut strategis kubah atau gedung, melantangkan nyaringnya untuk tuan-tuannya. Iya, tuannya banyak, tidak seperti aku. Atau sanak familiku, dari generasi kakek pager sampai adik telepon genggam yang memanggil cukup satu tuan.
Dan hal yang mungkin tak sama dengan kami, yaitu nasib si speaker . Meski sama-sama dalam keluarga alat komunikasi. Tugasnya berat sekali, mungkin seringkali dianggap gagal. Kalau tugas sanak familiku, dari kakek pager, sampai adik telepon genggam, tugasnya ya cuma memanggil satu tuan dalam satu waktu. Nah, dia? Lima kali sehari, memanggil banyak orang, sampai sekomplek gedung kalau tidak salah aku pernah dapat kabar. Yang langsung menghampiri, ya mungkin segelintir, tidak seperti tuanku yang langsung secepat kilat menyambarku. Berhasil nggak sih? Ya, pokoknya saya merasa kasihan dengan speaker. Sepiku yang saya rasakan mungkin tidak sama dengan sepinya.
Eh, rasa-rasanya sebentar lagi tuanku hendak menghentikan percakapannya. Sepertinya mendengar koar-koar si speaker deh. Katanya, “mau menjawab panggilan mulia”. Ya sudah, aku bisa lega sedikit, paling tidak tuanku menghampiri si speaker. Sejenak sebelum gagangku diletakkan oleh tuanku, “Hayya ‘ala shalaaah”, itu kata-kata terakhir yang kudengar dari speaker, sebelum gagangku diletakkan kembali.
Baiklah, seharusnya sedikit syukur dariku aku beruntung memiliki tuan yang selalu menjawabku. Namun, selalu ada sedikit harapan untuk speaker yang hidupnya tidak semudah aku, membuatku berada di antara sedih namun bangga. Tetap semangat speaker!

 Semoga bermanfaat