Minggu, 19 Desember 2010

JENUH? Apakah Mungkin Kita KURANG BERSYUKUR?

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jumpa lagi di suatu hari yang baru dan suasana yang baru (karena sudah lamaaaa sekali tidak update, hehe)

Semenjak kuliah, rasanya sudah tidak ada lagi waktu kosong, kecuali jika waktu kosong tersebut dibuat sendiri atau diluangkan (dan bukan bermaksud untuk mengatakan "membolos" karena memang bukan itu kenyataannya). Beratnya kuliah baru sangat terasa di dalam kehidupan sehari-hari. Entah karena tugasnya yang memang amat berat, praktikumnya yang kejam, maupun adaptasinya yang dipaksakan. Namun, di balik semua ITU PASTI ada HIKMAH yang tersadari maupun tidak. Pasti dan selalu ada.

Mungkin pernah terpikir, dari semua badai akademis dan non akademis yang kian keras menerpa diri, ada suatu rasa bosan, jenuh, sumpek, malas, tidak mood, dan lain-lain yang menghambat produktivitas kita untuk beraktivitas, baik tugas dan kehidupan sosial. Mungkin pernah terpikir untuk menyingkirkan diri sebentar (atau lama, pada intinya: selama rentang waktu tertentu) dari semua rutinitas yang ada. Dan sesungguhnya keadaan-keadaan itu bukanlah isapan jempol belaka dan terjadi dalam kehidupan sendiri.

Kuliah, yah... Memang seperti itu adanya...

Tapi, setelah perjalanan 1 hari mengembalikan mood untuk bekerja, sebuah inspirasi pun datang ke dalam pikiran tentang apa yang menyebabkan pemikiran "kuliah" itu "berat". Saya pun mendapat inspirasi dan hidayah, bahwasanya saya mungkin KURANG BERSYUKUR terhadap karunia "kuliah" yang diberikan Allah SWT ini.

Sesekali dan terkadang, rasanya pemikiran ini benar juga. Tiap ada tugas maupun masalah yang banyak dan rumit, sesekali saya menghindar dan merasa malas, suatu kejenuhan bukanlah suatu alasan. Seandainya saya bersyukur atas semua karunia "kuliah" ini dan berusaha menyelesaikannya satu per satu, pastilah kejenuhan itu tidak akan datang. Tiap ada masalah sosial dan interaksi dengan teman kuliah, suatu penghindaran dan pura-pura tidak tahu bukanlah suatu tindakan yang tepat. Seandainya saya lebih bersyukur karena mendapat teman-teman baru dan mendapat kesempatan bagaimana cara menghadapi masyarakat kecil, rasa malas itu tidak akan menghampiri.

Dan jika kita bersyukur masih bisa menginjak bangku kuliah dan mampu mengadakan aktivitas dalam kehidupan, rasa putus asa akan hilang dengan perlahan atas izin-Nya dengan seluruh upaya kita mendekatkan diri kepada-Nya.

Mungkin sedikit pikiran negatif: malas, jenuh, bosan, dan kawan-kawannya, bukanlah musuh-musuh yang tiba-tiba datang sendirinya. Dan sebenarnya, musuh dalam bentuk yang tidak disadari adalah setan-setan dalam diri kita yang memunculkan pikiran-pikiran tidak 'nggenah' itu. Maka, kesimpulannya musuh terbesar dalam menjalani hidup sebenarnya tidak selalu dari luar diri. Tapi, batu sandungan yang sepertinya kecil dan tidak terlihat yang kita keluarkan sendirilah yang sebenarnya menjadi musuh besar kita, dalam mengemban semua amanah yang ada, yang paling utama adalah sebagai khalifatu lil ardl dan tugas-tugas lainnya.

Mungkin hanya itu saja dan baru sesedikit itulah tulisan yang diketik (lewat ponsel, karena laptop sedang rusak) ketika subuh ini karena inspirasi yang datang.

Sekian, semoga bermanfaat, mohon maaf jika terjadi salah kata, atas kelebihan, saya serahkan kepada yang Maha Kuasa, dan atas kekurangannya mohon maaf dan kritik sekaligus saran yang membangun.

Terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(jangan lupa dikomen ya..)